Laman

Friday, 22 February 2013

Lihatlah ibu anakmu yang tangguh ini

Hati seorang ibu yang mana yang tak akan merana, saat melihat buah hatinya terlihat tersiksa karena sakit. Aku pernah menangis, terpukul, tersinggung (rada lebay nih..), karena suamiku menganggap aku bereakasi terlalu berlebihan ketika hanif sakit. Suamiku bilang reaksiku tidak baik untuk pertumbuhan Hanif ke depan. Baiklah, secara logika itu benar, tapi hey.., logika? Kemana perginya logika?. Logika ibu telah disabotase oleh sistem limbiknya. Jadi jangan bicara soal logika saat ibu melihat ada yang tak beres dengan anaknya karena sekuat apapun ia, air matanya tak akan mudah dibendungnya atau bahkan ia bisa melakukan tindakan diluar nalar, akal sehat, atau apalah namanya ketika anaknya dalam bahaya.

Meski begitu, meski aku tahu Hanif merana dalam sakitnya (merana? lagi-lagi itu terlalu hiperbola kata suamiku, ya... atau setidaknya itulah yang ditangkap oleh mata seorang ibu), tapi aku takkan pernah mau menyerahkan Hanif langsung ke tangan dokter ketika ia sakit. Meski segala rasa berkecamuk di batinku, segala kecemasan membentuk kabut hitam di benakku, namun Hanif tetap aku biarkan berjuang bersama “tentara” di tubuhnya dalam memerangi kuman penyakit yang menyerangnya. Meski dalam kekhawatiran aku tak ingin begitu cepat mengintervensi Hanif, aku sadarkan dan yakinkan diriku bahwa Hanif itu tangguh, seperti yang diucapkan suamiku. Ya, meski hampir selalu aku berlinang air mata ketika melihat Hanif dipuncak kritis setiap melawan kuman penyakit, namun aku berjuang untuk tidak langsung menyerah pada obat dokter.

Yang bisa aku lakukan untuk menenangkan diriku adalah memastikan taraf parahnya penyakit Hanif seperti mengecek selalu suhu tubuhnya, memperhatikan setiap pertanda yang timbul dan mencari tau sebanyak-banyaknya informasi tentang apa penyakitnya dengan searching di google atau tanya ke teman, dan memastikan gizi dan asupan makanan yang bisa mengurangi sumber atau penyebab sakitnya Hanif. Namun, maukah aku tunjukkan hal yang paling utama, yaitu asupan ASI yang intensif, selain ASI dapat memenuhi kebutuhannya akan zat antibodi, ASI juga akan menenangkan bayi yang sakit secara psikologis.

Kini Hanif telah 14 bulan dan bulan demi bulan naluriku, ketangguhan hanif semakin diuji untuk terus dan harus mampu bertahan melawan kuman penyakit tanpa intervensi antibiotic. Setiap hanif sukses berjuang dari sakitnya seolah matanya berkata: “Lihatlah ibu anakmu yang tangguh ini bisa berjuang kan, tanpa antibiotic”.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung dan memberikan komentar :)