Friday, 22 February 2013

Oleh-oleh dari Jakarta

Hari pertama saat pulang dari Jakarta hanif baik-baik saja. Keesokan harinya, seperti biasa selesai makan pagi hanif main sebentar lalu mandi lalu matanya mulai mengantuk dan ia pun minta tidur, suhu kamar aku turunkan di 25*C agar hanif nyaman, biasanya hanya 27*C. Setelah hanif terlelap tidur akupun keluar kamar, cuaca diluar mendung dan sejuk, tapi tak terlintas difikiranku bahwa tempereratur di kamar hanif akan lebih dingin, hanya setelah terdengar suara tangisan aku masuk kamar dan aku rasakan memang temperature kamar dingin.


Hanif tidak terlihat seperti biasanya saat setelah bangun tidur, ia terlihat masih lesu dan masih tetap berbaring di kasur dan sedikit gelisah. Aku kembali menyusui hanif dan iapun tertidur, tapi aku tetap tidak menurunkan temperature AC, aku berfikir hanif akan nyaman dengan suhu sesejuk ini. Kira-kira 20 menit hanif bangun tapi ia masih tetap terlihat lemas dan lesu. Aku mulai curiga dan saat aku sentuh hanif, suhu tubuhnya panas, panas sekali.

Dugaanku suhu tubuh hanif sudah lebih dari 38*C, aku keluarkan hanif dari kamar dan saat di luar ruangan keringatnya tumpah ruah, mengucur deras dan suhu tubuh hanif di daerah ketiak ketika aku cek dengan termometer menunjukkan angka 39.0*C. Ya Allah, aku sempat panic. Segala macam fikiran tentang si biang kerok penyebab panas hanif berseliweran difikiranku, mulai dari step pada bayi, demam berdarah, flu aneh yang mungkin tertular dari orang-orang di pesawat, atau penyakit yang didapat dari kamar hotel, taxi, di bandara, ah.., astagfirullah fikiranku udah jauh berkelana. Namun di atas segala dugaan itu, aku menganalisa, ruangan AC yang terlalu dinginlah yang menjadi pemicu utama kuman ditubuh hanif meraja. Aku sedih mengapa aku masih belum tanggap ketika hanif menunjukkan sinyal pertama kelesuhannya.

Malam harinya tubuh hanif masih panas. Aku dan suami segera membawanya ke rumah sakit, tapi sayangnya praktek dokter anak udah tutup. Akhirnya kami ke UGD sebuah rumah sakit dan seperti dugaanku yang ada cuma dokter umum muda. Terkesan dokternya masih belum terlalu berpengalaman, kesan ini tertangkap jelas ketika perawat yang senior itu mengatur-ngatur dokter tersebut tentang obat yang harus diberi ke hanif. Perawat itu menyarankan beri obat penurun panas saja lewat anus, dokternyapun setuju dan si dokter menentukan dosis untuk diberikan ke hanif lewat anus. Aku menanyakan apakah itu ibuprofen? Karena aku pernah baca bahwa ibuprofen sebaikknya jangan diberikan untuk balita. Aku bilang aja hanif alergi ibuprofen, untungnya itu parasetamol.

Dokter itu menanyakan apakah hanif muntah, aku bilang ada, siang saat aku beri air rebusan kunyit dan malam saat aku beri pasetamol . Lah, si perawat langsung menyarankan beri obat muntah aja, dan dokter itupun setuju. Aku langsung bilang nga perlu dok, khan muntahnya bukan karena factor internal tubuh hanif, tapi karena hanif nga suka rasa kunyit dan paresetamol. Langsunglah dokternya mencoret obet muntah itu dari kertas. Weleh-weleh anakku bukan bahan pratekkan dokter baru dan obat yang diresepkan dokter tersebut nga aku pakai, meski suamiku tetap menebus resepnya.

Seperti sebelumnya setiap hanif sakit, malamnya aku begadang untuk menyusuinya, hampir tiap jam hanif menangis atau sekedar merengek dan aku menyusuinya sepanjang malam. Kepalaku agak terasa pusing paginya, aku langsung minum vitamin C. Paginya, Hanif bangun agak telat dan beberapa jam setelah bangun hanif ingusan, tapi ia tidak panas lagi. Ingusnya keluar terus, dan aku menganggap ini pertanda baik bahwa tubuh hanif makin berjuang untuk melawan kuman ditubuhnya.

Sampai malam harinya hanif masih ingusan. Aku merasa semakin drop dan juga ikut ingusan malamnya, keesokan paginya aku batuk, untungnya hanif tidak batuk. Namun batukku kian menjadi, hingga di hari berikutnya yang aku cemaskan terjadi. Hanif juga ikut batuk, meski ingusnya udah nga ada lagi. Malam-malam yang aku lalui kurang tidur, itulah yang bikin batukku nga berkurang. Aku minum  vitamin C tiga pil sehari @800 mg, banyak minum, kumur dengan air garam, minum habatusau, minum madu, makan pisang, semua udah ku lakukan tapi batukku masih belum berkurang. Aku mensugerti diri bentar lagi aku sehat, kalimat itu terus ku ucap dalam hati, meyakinkan diriku yang trauma dengan batuk karena aku pernah terserang TB paru.

Apa yang aku cemas akhirnya terjadi, Hanif tertular batukku, kasihan saat batuk ia terlihat merana (atau itu perasaanku saja karena ayah bilang hanif itu tangguh, jadi aku nga perlu khawatiryang berlebihan). Saat batuk hanif udah malas aja menyusu tapi aku nga kehabisan akal. ASI aku perah dan aku suapkan ke hanif, selain itu saat hanif makan, buburnya juga aku campur ASI. ASI, ya ASI lah obat terbaik dari Allah untuk hanif. saat makan pun hanif sering muntah, tapi dengan segala cara aku terus bujuk hanif agar mau makan.
Hari ini, tepatnya tadi sore, perjuanganku menampakkan hasil, hanif mulai banyak menyusu dan saat makan ia tidak lagi mual dan menangis tapi lahap makannya. Aku baru kasih hanif madu tadi pagi sebanyak 2 sendok makan. Aku pernah baca di sini katanya madu obat batuk yang baik untuk balita (anak di atas usia 1 tahun). Aku beli madu kualitas baik, merek Alshifa (bukan promosi ya).

Semoga besok pagi hanif udah pulih total dan kembali ceria, amin,,,. Demikian juga dengan aku semoga besok ngak uhuk uhuk-an lagi…

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...