Hanif
tidak terlihat seperti biasanya saat setelah bangun tidur, ia terlihat masih
lesu dan masih tetap berbaring di kasur dan sedikit gelisah. Aku kembali
menyusui hanif dan iapun tertidur, tapi aku tetap tidak menurunkan temperature
AC, aku berfikir hanif akan nyaman dengan suhu sesejuk ini. Kira-kira 20 menit
hanif bangun tapi ia masih tetap terlihat lemas dan lesu. Aku mulai curiga dan
saat aku sentuh hanif, suhu tubuhnya panas, panas sekali.
Dugaanku
suhu tubuh hanif sudah lebih dari 38*C, aku keluarkan hanif dari kamar dan saat
di luar ruangan keringatnya tumpah ruah, mengucur deras dan suhu tubuh hanif
di daerah ketiak ketika aku cek dengan
termometer menunjukkan angka 39.0*C. Ya Allah, aku sempat panic. Segala macam
fikiran tentang si biang kerok penyebab panas hanif berseliweran difikiranku,
mulai dari step pada bayi, demam berdarah, flu aneh yang mungkin tertular dari
orang-orang di pesawat, atau penyakit yang didapat dari kamar hotel, taxi, di bandara, ah.., astagfirullah fikiranku udah jauh berkelana. Namun di atas
segala dugaan itu, aku menganalisa, ruangan AC yang terlalu dinginlah yang
menjadi pemicu utama kuman ditubuh hanif meraja. Aku sedih mengapa aku masih
belum tanggap ketika hanif menunjukkan sinyal pertama kelesuhannya.
Malam harinya tubuh hanif masih panas. Aku dan suami segera membawanya ke rumah
sakit, tapi sayangnya praktek dokter anak udah tutup. Akhirnya kami ke UGD
sebuah rumah sakit dan seperti dugaanku yang ada cuma dokter umum muda. Terkesan dokternya masih
belum terlalu berpengalaman, kesan ini tertangkap jelas ketika perawat yang
senior itu mengatur-ngatur dokter tersebut tentang obat yang harus diberi ke
hanif. Perawat itu menyarankan beri obat penurun panas saja lewat anus,
dokternyapun setuju dan si dokter menentukan dosis untuk diberikan ke hanif lewat anus. Aku
menanyakan apakah itu ibuprofen? Karena aku pernah baca bahwa ibuprofen
sebaikknya jangan diberikan untuk balita. Aku bilang aja hanif alergi
ibuprofen, untungnya itu parasetamol.
Dokter
itu menanyakan apakah hanif muntah, aku bilang ada, siang saat aku beri air
rebusan kunyit dan malam saat aku beri pasetamol . Lah, si perawat langsung
menyarankan beri obat muntah aja, dan dokter itupun setuju. Aku langsung bilang
nga perlu dok, khan muntahnya bukan karena factor internal tubuh hanif, tapi
karena hanif nga suka rasa kunyit dan paresetamol. Langsunglah dokternya
mencoret obet muntah itu dari kertas. Weleh-weleh anakku bukan bahan pratekkan
dokter baru dan obat yang diresepkan dokter tersebut nga aku pakai, meski
suamiku tetap menebus resepnya.
Seperti
sebelumnya setiap hanif sakit, malamnya aku begadang untuk menyusuinya, hampir
tiap jam hanif menangis atau sekedar merengek dan aku menyusuinya sepanjang
malam. Kepalaku agak terasa pusing paginya, aku langsung minum vitamin C. Paginya, Hanif
bangun agak telat dan beberapa jam setelah bangun hanif ingusan, tapi ia tidak
panas lagi. Ingusnya keluar terus, dan aku menganggap ini pertanda baik bahwa
tubuh hanif makin berjuang untuk melawan kuman ditubuhnya.
Sampai
malam harinya hanif masih ingusan. Aku merasa semakin drop dan juga ikut ingusan
malamnya, keesokan paginya aku batuk, untungnya hanif tidak batuk. Namun batukku
kian menjadi, hingga di hari berikutnya yang aku cemaskan terjadi. Hanif juga
ikut batuk, meski ingusnya udah nga ada lagi. Malam-malam yang aku lalui kurang
tidur, itulah yang bikin batukku nga berkurang. Aku minum vitamin C tiga pil sehari @800 mg,
banyak minum, kumur dengan air garam, minum habatusau, minum madu, makan
pisang, semua udah ku lakukan tapi batukku masih belum berkurang. Aku
mensugerti diri bentar lagi aku sehat, kalimat itu terus ku ucap dalam hati,
meyakinkan diriku yang trauma dengan batuk karena aku pernah terserang TB paru.
Apa yang aku cemas akhirnya terjadi, Hanif tertular batukku, kasihan saat batuk ia terlihat merana (atau itu perasaanku saja karena ayah bilang hanif itu tangguh, jadi aku nga perlu khawatiryang berlebihan). Saat batuk hanif udah malas aja menyusu tapi aku
nga kehabisan akal. ASI aku perah dan aku suapkan ke hanif, selain itu saat
hanif makan, buburnya juga aku campur ASI. ASI, ya ASI lah obat terbaik dari
Allah untuk hanif. saat makan pun hanif sering muntah, tapi dengan segala cara
aku terus bujuk hanif agar mau makan.
Hari
ini, tepatnya tadi sore, perjuanganku menampakkan hasil, hanif mulai banyak
menyusu dan saat makan ia tidak lagi mual dan menangis tapi lahap makannya. Aku
baru kasih hanif madu tadi pagi sebanyak 2 sendok makan. Aku pernah baca di sini katanya madu obat batuk yang baik untuk balita
(anak di atas usia 1 tahun). Aku beli madu kualitas baik, merek Alshifa (bukan
promosi ya).
No comments:
Post a Comment